Menyerupai pagi buta yang tak pernah biasa. Menyelimuti
embun-embun berterbangan terhirup oleh sang makhluk hidup. Manusia, hewan, dan
tumbuhan. Kali ini manusia yang akan mencoba menghempaskan embun pagi buta yang
terhirup. Manusia itu berwujud perempuan. Aku sangat kenal dengan perempuan
itu. Bahkan lebih banyak dari yang kau ketahui. Berbentuk langsing dan tidak
begitu tinggi. Namun kulit agak cerah menjadi daya tariknya. Cerah bukan
berarti putih. Bukan pula hitam. Aku tak tahu bagaimana bentuk rambutnya untuk
saat ini. Karena mahkotanya masih tertutup dengan suci oleh balutan kain
berwarna-warni. Sedikit mengarah ke bawah, keningnya tidak terlalu lebar dan
luas seperti lapangan. Alis perempuan itu tidak lurus dan sedikit condong
menukik kebawah. Bola matanya coklat dan tatapannya tajam. Aku suka. Hidungnya
cukup mancung, tapi tidak pesek. Mulutnya tipis dan suaranya tidak terlalu
merdu. Tapi cukup membuatku terpesona. Dan yang tersohor, adalah senyumnya. Tak
ada yang bisa mengalahkan senyumannya. Bahkan orang termanis di dunia pun akan
kalah oleh senyumannya.
Dia adalah salah satu ciptaan terindah sang khalik. Sungguh
bersyukur aku dapat mengenalnya. Bahkan mencoba memahaminya. Sejak beberapa
waktu yang lalu, sekitar dua tahun belakangan aku memulai petualanganku untuk
memahaminya. Dari segi manapun. Luar, dalam, jauh, dekat. Siapa yang tahu garis
kehidupan ini kecuali sang maha skenario. Mungkin pertemuanku dengannya dua
tahun yang lalu adalah salah satu garis skenarionya dalam proses kami menuju
singgasana pernikahan. Tapi mana kutahu. Bisa saja iya dan bisa saja tidak. Ah
sudahlah. Masih sangat panjang jalannya untuk memikirkan itu. Terpenting saat
ini aku ingin memahaminya. Pikirku saat itu. Sudah dua tahun berjalan ini, aku
belum cukup puas dengan apa yang aku raih. Tapi sedikit banyak aku tahu tentang
dirinya. Perempuan itu. Memang ia bersikap layaknya perempuan-perempuan
lain pada umumnya. Berperilaku sewajarnya dan tidak mengarah ke hal-hal
negatif. Cukup bagiku untuk membuat keputusan bahwa ia adalah perempuan yang
baik. Ya, ia adalah perempuan yang baik. Selain baik, ternyata ia mempunyai
suatu aura yang lagi-lagi tiada bandingan. Sama halnya seperti senyumnya.
Bahkan model tersohor di dunia pun tidak bisa mengalahkan aura yang terpancar
haru biru dari tubuhnya. Yang membuatku bertanya-tanya adalah dari mana asal
muasal aura itu ? Bagaimana ia membangunnya ? Dan bagaimana prosesnya ? Itu
yang menjadi beberapa pertanyaanku sampai saat ini yang masih belum terjawab.
Perempuan itu memang masih belum mendekati kesempurnaan. Hubungan kepada
Tuhannya tidak ada masalah dan aman-aman saja. Tapi ia bukan perempuan layaknya
putri ustadz atau kyai yang sekiranya terpatri sikap dan sifatnya dari turunan
orang tuanya. Bukan. Ia bukan seperti itu. Kemudian, hubungannya dengan manusia
lainnya pun bisa kukatakan baik dan wajar-wajar saja. Tapi sudah baik sekali
untuk seorang perempuan.
Lantas dari mana senyumanmu itu, dari mana auramu itu ? Tak
jarang aku berbicara kepada Tuhan bahwa aku sangat mengagumimu. Aku bersyukur
dan berdoa agar selalu dapat mengenalmu. Tetapi tugasku masih banyak. Aku harus
memahamimu lebih jauh dan lebih jauh lagi, Dan aku akan menemukan jawaban dari
pertanyaanku sendiri. Entah kapan. Maka dari itu, jangan dulu ! jangan.
Surabaya, 12 Feb 15