Kamis, 12 Februari 2015

Jangan Dulu ! Jangan


Menyerupai pagi buta yang tak pernah biasa. Menyelimuti embun-embun berterbangan terhirup oleh sang makhluk hidup. Manusia, hewan, dan tumbuhan. Kali ini manusia yang akan mencoba menghempaskan embun pagi buta yang terhirup. Manusia itu berwujud perempuan. Aku sangat kenal dengan perempuan itu. Bahkan lebih banyak dari yang kau ketahui. Berbentuk langsing dan tidak begitu tinggi. Namun kulit agak cerah menjadi daya tariknya. Cerah bukan berarti putih. Bukan pula hitam. Aku tak tahu bagaimana bentuk rambutnya untuk saat ini. Karena mahkotanya masih tertutup dengan suci oleh balutan kain berwarna-warni. Sedikit mengarah ke bawah, keningnya tidak terlalu lebar dan luas seperti lapangan. Alis perempuan itu tidak lurus dan sedikit condong menukik kebawah. Bola matanya coklat dan tatapannya tajam. Aku suka. Hidungnya cukup mancung, tapi tidak pesek. Mulutnya tipis dan suaranya tidak terlalu merdu. Tapi cukup membuatku terpesona. Dan yang tersohor, adalah senyumnya. Tak ada yang bisa mengalahkan senyumannya. Bahkan orang termanis di dunia pun akan kalah oleh senyumannya.  

Dia adalah salah satu ciptaan terindah sang khalik. Sungguh bersyukur aku dapat mengenalnya. Bahkan mencoba memahaminya. Sejak beberapa waktu yang lalu, sekitar dua tahun belakangan aku memulai petualanganku untuk memahaminya. Dari segi manapun. Luar, dalam, jauh, dekat. Siapa yang tahu garis kehidupan ini kecuali sang maha skenario. Mungkin pertemuanku dengannya dua tahun yang lalu adalah salah satu garis skenarionya dalam proses kami menuju singgasana pernikahan. Tapi mana kutahu. Bisa saja iya dan bisa saja tidak. Ah sudahlah. Masih sangat panjang jalannya untuk memikirkan itu. Terpenting saat ini aku ingin memahaminya. Pikirku saat itu. Sudah dua tahun berjalan ini, aku belum cukup puas dengan apa yang aku raih. Tapi sedikit banyak aku tahu tentang dirinya. Perempuan itu.  Memang ia bersikap layaknya perempuan-perempuan lain pada umumnya. Berperilaku sewajarnya dan tidak mengarah ke hal-hal negatif. Cukup bagiku untuk membuat keputusan bahwa ia adalah perempuan yang baik. Ya, ia adalah perempuan yang baik. Selain baik, ternyata ia mempunyai suatu aura yang lagi-lagi tiada bandingan. Sama halnya seperti senyumnya. Bahkan model tersohor di dunia pun tidak bisa mengalahkan aura yang terpancar haru biru dari tubuhnya. Yang membuatku bertanya-tanya adalah dari mana asal muasal aura itu ? Bagaimana ia membangunnya ? Dan bagaimana prosesnya ? Itu yang menjadi beberapa pertanyaanku sampai saat ini yang masih belum terjawab. Perempuan itu memang masih belum mendekati kesempurnaan. Hubungan kepada Tuhannya tidak ada masalah dan aman-aman saja. Tapi ia bukan perempuan layaknya putri ustadz atau kyai yang sekiranya terpatri sikap dan sifatnya dari turunan orang tuanya. Bukan. Ia bukan seperti itu. Kemudian, hubungannya dengan manusia lainnya pun bisa kukatakan baik dan wajar-wajar saja. Tapi sudah baik sekali untuk seorang perempuan. 

Lantas dari mana senyumanmu itu, dari mana auramu itu ? Tak jarang aku berbicara kepada Tuhan bahwa aku sangat mengagumimu. Aku bersyukur dan berdoa agar selalu dapat mengenalmu. Tetapi tugasku masih banyak. Aku harus memahamimu lebih jauh dan lebih jauh lagi, Dan aku akan menemukan jawaban dari pertanyaanku sendiri. Entah kapan. Maka dari itu, jangan dulu ! jangan.


Surabaya, 12 Feb 15